Who is She ?
*bots*
Hari itu, aku mengikuti sebuah tes
psikologi sebagai syarat untuk diterima sebagai murid sekolah itu. Aku rupanya
datang sedikt lebih awal daripada yang lainnya. Lebih tepatnya sekitar 1 jam
lebih awal. Untungnya dua orang temanku juga datang awal. Kami pun pergi
sebentar ke pasar pagi dekat sekolah itu untuk mengisi 1 jam kami. Selepas itu,
kami kembali lagi ke sekolah itu dan mengikuti tes itu.
Test psikologi pun dimulai. Aku
menjalani berbagai macam tes. Saat sedang mengerjakan tes yang ke 3, aku sedikit
melamun ke arah pintu. Pintu itu memiliki jendela di tengahnya sehingga aku
bisa melihat keluar. Aku yang duduk di pojok kanan depan pun dengan mudah
melihatnya. Ada seorang perempuan. Sepertinya seumuran denganku, sedang berlalu
lalang di depan pintu kelasku. Aku berpikir dalam hati, “Apa anak itu telat?
Gila, ini sih terlalu terlambat. Terus kenapa dia tidak masuk saja?” Timbul
pikiran untuk membantunya. Namun, aku memutuskan untuk tidak membantunya.
Gadis itu mulai menempelkan
kepalanya sedikit di kaca pintu, seperti ingin melihat apa yang sedang terjadi
di balik pintu. Aku melihatnya. Rambutnya hitam, panjang, tipis, dan berantakan
sekali. Matanya besar dan merah dengan bola mata hitam pekat. Dia sangat tirus
dan kulitnya cenderung ke putih pucat. Tangannya yang sedikit terlihat juga
berwarna putih pucat degan kuku panjang.
Deg! Dia melihatku. Aku kaget dan
bingung apa yang harus kulakukan. Tiba-tiba saja, gadis itu menghilang sejenak.
Lalu, muncul lagi dengan posisi yang sama. Itu terjadi berulang kali. Sampai
aku mulai kesal dan memutuskan untuk membantunya. Belum sempat aku bangkit dari
kursiku, guru pengawas ruanganku membuka pintu karena ada guru lain yang ingin
masuk. Namun, gadis itu sudah tidak ada di sana.
Aku mulai berpikir lagi tentang
kemana perginya anak itu. Namun, aku memutuskan
untuk tidak memikirkannya. Dan anak itu tidak muncul lagi sampai tes
selesai. Aku pun beranggapan kalau anak itu sudah ikut tes di kelas lain.
Akhirnya aku pulang dengan menaiki becak motor yang biasa disingkat bentor. Itu
semua karena ayahku sedang di luar kota sehingga tidak bisa menjemputku.
Saat perjalanan pulang, rintik
hujan mulai turun. Bapak yang mengendarai bentor segera memasang plastik untuk
melindungiku dari hujan. Aku mulai melamun kembali untuk menghabiskan waktu.
Saat sedang melamun, kudengar seseorang memanggilku. “Fan..Fany!” Suara itu,
jujur terdengar tidak asing. Tapi, darimana asalnya? Di bentor, hanya ada aku
dan bapak yang mengendarai bentor. Bapak itu juga tidak mengetahui namaku. Ada
sebuah mobil di sebelahku namun aku
yakin suara itu bukanlah dari situ, Kaca mobilnya tertutup. Tidak mungkin
suara dari dalam mobil bisa terdengar sampai luar. Aku mulai merinding namun
segera meyakinkan diriku kalau itu hanya halusinasi.
Esoknya, aku menjalani aktivitasku
seperti biasa. Pergi sekolah, ekskul, dan lainnya. Anehnya aku merasa hawa di
sekitarku tidak seperti biasanya. Cenderung lebih panas. Namun karena sikapku
yang cuek, aku tidak menggubrisnya. Sekitar jam 4 sore, aku pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, aku
meletakkan tasku dan duduk di sofa sambil memainkan ponselku. Saat sedang
memainkan ponsel, aku mendengar suatu teriakan. Tidak. Bukan satu, tapi banyak
teriakan. Teriakannya terdengar seperti orang kesakitan, suaranya serak seperti
akan habis. Aku bisa merasakan darimana suara itu berasal. Aku coba melihat ke
ruangan tempat suara tersebut berasal. Namun nihil. Aku segera menuju tempat
adikku bermain. Tapi, dia seperti tidak mendengar apa-apa.
Ada orang! Ada orang berlari di
depan rumahku. Saat itu, kondisinya sedang gerimis. Namun, orang itu berlari
dengan cepat.Entah dorongan seperti apa yang membuatku mengejarnya. Aku
melihatnya dengan mataku, orang itu menghilang di tengah rintik hujan. Lenyap
seperti kabut.
Aku bingung dengan semua yang
terjadi. Aku hanya bisa menatap kosong ke tempat orang itu menghilang. Lalu,
aku kembali masuk ke rumah. Aku langsung berlari ke kamarku, berdoa. Aku tidak
pernah berharap bahkan berpikir kalau kejadian seperti itu akan menimpaku. Aku
mencoba melupakannya, namun tidak bisa. Mungkin seperti ini rasanya kalau khayalan jadi kenyataan.
Sampai saat ini, aku masih tidak tahu apa maksudnya. Sehingga menyisakan tanda tanya besar bagiku, antara mempercayainya atau tidak.